Kepasrahan?

Bayangkan.

Ada dua buah senter.

Dua buah senter tersebut mempunyai bentuk yang sama, rupa yang sama, bentuk yang sama, warna yang sama, dan semua bagian fisiknya benar-benar sama. Mereka sama-sama senter.

Tapi setelah dinyalakan ada perbedaan mencolok dari kedua senter tersebut.

Senter pertama bersinar (bahkan tidak bisa disebut bersinar) dengan cahaya yang redup, sedangkan senter yang kedua bersinar dengan sangat terang...sangat terang...benar-benar sangat terang.

Semua perhatian pasti tertuju pada senter yang bersinar paling terang, dan PASTI semua orang lebih memilih senter yang paling terang, semua orang berpikir "untuk apa memilih senter yang bercahaya redup? Bukankah senter itu tidak berguna?"

Senter bercahaya redup memang tidak berguna, tapi senter tersebut masih bisa diganti batrai. Masih ada harapan.

Tapi, siapa yang mau menggantikan batrai si senter redup? Senter hanya benda mati, dia tidak bisa membeli batrai, dan tentu saja dia tidak punya.....ya, benar, tidak punya uang.

Apa lebih baik pasrah saja? Pasrah saja sampai sinar ini benar-benar redup. Toh si senter terang juga akan mengalami keredupan, jadi lebih baik pasrah saja bukan?

Disaat kepasrahan, disaat sang senter redup menunggu kematiannya, ada seorang manusia yang menemukannya di dalam kegelapan ini. Manusia itu menatap senter redup itu.....manusia itu merasa mendapat tamparan sangat keras di pipinya.

Manusia itu merasa sama dengan senter redup itu, tidak berguna, tidak bercahaya.

Manusia itu menangis, menangis dengan sangat keras. Ia merasa malu, merasa malu karena hidupnya yang penuh kepasrahan itu sama dengan sebuah senter redup, sama dengan benda mati. Ia malu.

Manusia itu bernafas, manusia itu mengeluarkan nafas, bernafas lagi, mengeluarkan nafas lagi, dan mengulangnya terus secara otomatis. Aku bukan benda mati, aku manusia, aku hidup, manusia itu membatin.

Hidup.

Berarti masih ada harapan bukan?
Masih bisa berusaha bukan?

Walaupun menjadi tidak berguna, tapi dengan hidup masih ada harapan untuk membeli batrai dan menjadi terang bukan?

Walaupun tidak ada yang memperhatikan, walaupun tidak ada yang peduli.

Dan walaupun tidak ada yang bisa dipercaya.

Tapi manusia itu percaya, dia telah ditemukan, sama seperti saat manusia itu menemukan senter redup itu di tengah kegelapan. Manusia itu telah ditemukan...oleh sebuah jawaban yang ada di dalam hatinya.

Jawaban yang hanya dia yang tau.

Satu pertanyaan.

Di tengah kepasrahan dan keputus-asaan yang manusia itu rasakan mengapa dia dipertemukan dengan senter redup itu?

Siapa yang merencanakan semua ini?

Siapa? Siapa?

Hanya kamu yang tahu isi hatimu sendiri.

Thank you.

Regards,
Melita.

Komentar